Senin, 31 Januari 2011
Tata Cara Perkawinan Cirebon
Kota Cirebon yang berada di pesisir utara perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah pernah mengalami masa kejayaan sebagai salah satu pusat perkembangan agama Islam di Pulau Jawa. Ditunjang posisi geografisnya, Cirebon memiliki kekayaan budaya yang beragam dengan keunikan dan daya tarik tersendiri. Cirebon juga memiliki potensi budaya, seni dan ekonomi yang tinggi.
Peninggalan kejayaan Cirebon di masa silam masih dapat dirasakan hingga saat ini. Sebagai kota pelabuhan yang memiliki akses ke dunia luar membuat kota ini mendapat pengaruh dari budaya Cina dan Arab yang dapat dilihat dalam seni dan budaya masyarakatnya, tak terkecuali dalam tata cara pernikahan.
Diselaraskan dengan budaya leluhur, masyarakat Cirebon melakukan tahapan upacara adat perkawinan secara sakral. Berikut adalah tahapannya:
Njegog atau tetali (meminang)
Utusan pihak pria datang ke rumah orangtua gadis dan menyampaikan maksud kedatangannya meminang anak gadis. Lalu ibu si gadis akan memanggil anaknya untuk dimintai persetujuan. Si gadis pun memberikan jawaban disaksikan utusan tersebut. Setelah mendapat jawaban, utusan dan orangtua si gadis langsung berembug menentukan hari pernikahan. Setelah ada kesepakatan, utusan mohon diri untuk menyampaikan kepada orangtua pihak pria.
Seserahan
Pada hari seserahan, orangtua gadis didampingi keluarga dekatnya menerima kedatangan utusan pihak pria yang disertai rombongan pembawa barang seserahan, antara lain: pembawa buah-buahan, umbi-umbian, sayur-mayur, pembawa mas picis yaitu mas kawin berupa perhiasan dan uang untuk diserahkan kepada orangtua gadis.
Siram tawandari
Kedua calon pengantin oleh juru rias dibawa ke tempat siraman (cungkup) dengan didampingi orangtua dan sesepuh. Saat berjalan menuju tempat siraman dengan iringan gending nablong, calon pengantin memakai sarung batik khas Cirebonan yakni kain wadasan.
Biasanya berwarna hijau yang melambangkan kesuburan. Sebelum siraman, dada dan punggung calon pengantin diberi luluran lalu juru rias mempersilahkan orangtua dan sesepuh untuk bergantian menyirami. Setelah selesai, air bekas siraman diberikan kepada anak gadis dan jejaka yang hadir dengan maksud agar mereka dapat segera mengikuti jejak calon pengantin. Upacara ini dinamakan bendrong sirat yaitu air bekas siraman disirat-siratkan atau dipercik-percikan pada anak gadis dan jejaka yang datang ke acara ini. Apabila calon pengantin masih merupakan keturunan dari Keraton Kacirebonan biasanya sebelum acara pernikahan dilaksanakan, calon pengantin akan melakukan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati dan leluhur raja-raja Cirebon untuk
mendapatkan restu.
Parasan
Setelah acara siraman, upacara dilanjutkan dengan acara parasan untuk calon pengantin wanita atau ngerik yaitu membuang rambut halus yang dilakukan juru rias seraya disaksikan oleh orangtua dan para kerabat. Acara ini diringi dengan musik
karawitan moblong yang artinya murub mancur bagaikan bulan purnama.
Tenteng pengantin
Tiba hari pernikahan yang telah disepakati, pihak gadis mengirimkan utusannya untuk menjemput calon pengantin pria. Setiba di rumah keluarga pria dan utusan menyampaikan maksud kedatangannya untuk menenteng (membawa) calon pengantin pria ke tempat upacara pernikahan di rumah pihak gadis. Orangtua pengantin pria tidak ikut dalam upacara akad nikah dan dilarang untuk menyaksikan. Pada waktu ijab qabul, calon pengantin pria ditutup dengan kain milik ibu pengantin wanita. Hal ini menandakan
bahwa pria itu telah menjadi menantunya. Setelah selesai kain itu diambil kembali, yang menandakan bahwa pengantin sudah tidak lagi dalam perlindungan orangtua dan sekarang memiliki tanggung jawab sendiri.
Salam temon
Selesai akad nikah dilakukan upacara salam temon (bertemu). Kedua pengantin dibawa ke teras rumah atau ambang pintu untuk melaksanakan acara injak telur. Telur yang terdiri dari kulit, cairan warna putih dan kuning di dalamnya mengandung makna:
kulit sebagai wadah/tempat, putih adalah suci/pengabdian seorang istri, kuning lambang keagungan. Dengan begitu segala kesucian dan keagungan sang istri sejak saat itu sudah menjadi milik suaminya. Alat yang digunakan antara lain pipisan atau sejenis batu persegi panjang/segi empat yang dibungkus dengan kain putih. Pengantin pria menginjak telur melambangkan perubahan statusnya dari jejaka menjadi suami dan ingin membina rumah tangga serta memiliki keturunan. Pengantin wanita membasuh kaki suaminya yang melambangkan kesetiaan dan ingin bersama-sama membina rumah tangga yang bahagia. Sebelum membasuh kaki, pengantin wanita melakukan sungkem pada suaminya. Bila pengantin berasal dari keluarga yang cukup berada, biasanya saat acara salam temon ini diadakan acara gelondongan pangareng yaitu membawa upeti berupa barang (harta) yang lengkap.
Sawer atau surak
Acara ini diadakan sebagai bentuk ungkapan rasa bahagia orangtua atas terlaksananya pernikahan anak-anak mereka. Uang receh yang dicampur dengan beras kuning dan kunyit ditaburkan sebagai tanda agar kedua pengantin diberikan limpahan rezeki, dapat
saling menghormati, hidup harmonis dan serasi.
Pugpugan tawur
Dengan posisi jongkok, kepala pengantin ditaburi pugpugan oleh juru rias. Pugpugan ini terbuat dari welit yaitu ilalang atau daun kelapa yang sudah lapuk. Acara ini bertujuan agar pernikahan dapat awet bagaikan welit yang terikat erat sampai lapuk serta keduanya dapat memanfaatkan sebaik mungkin rezeki yang mereka dapatkan dengan baik. Selesai acara, oleh juru rias, pengantin dibawa ke pelaminan. Orangtua pengantin pria lalu dijemput oleh kerabat dari pengantin wanita untuk bersama-sama mendampingi pengantin di pelaminan.
Adep-adep sekul (makan nasi ketan kuning)
Acara pengantin makan nasi ketan kuning ini dipimpin oleh juru rias. Nasi ketan kuning ini dibentuk seperti bulatan kecil berjumlah 13 butir. Pertama, orangtua pengantin wanita menyuapi pengantin sebanyak empat butir. Dilanjutkan dengan orangtua pihak pria memberi suapan sebanyak empat butir. Lalu empat butir lagi, kedua pengantin bergantian saling menyuapi. Sisanya satu butir untuk diperebutkan, siapa yang mendapatkan butiran nasi ketan kuning terakhir melambangkan bahwa dialah yang akan mendapatkan rezeki paling banyak . Namun rezeki ini tidak boleh dimakan sendiri dan harus dibagi pada pasangannya. Saat acara berlangsung, kedua pengantin duduk berhadapan yang melambangkan menyatunya hati suami-istri untuk membina rumah
tangga bahagia. Selain itu, acara adep-adep sekul ini juga mengandung arti kerukunan dalam rumah tangga, yaitu terhadap pasangannya, orangtua, serta mertua.
Sungkem pada orangtua
Kedua pengantin melakukan sembah sungkem pada orangtua dengan cara mandap (berjongkok) yang merupakan cerminan rasa hormat dan terima kasih kepada orangtua atas segala kasih sayang dan bimbingan yang selama ini dicurahkan kepada anaknya. Kedua pengantin juga memohon doa restu untuk membina rumah tangga sendiri bersama pasangan. Setelah acara sungkem, dilagukan kidung Kinanti dengan harapan agar pengantin dapat menjalankan bahtera rumah tangganya seia, sekata, sehidup, semati.
Pemberian doa restu, ucapan selamat, dan hiburan
Setelah memperoleh restu dari orangtua, pengantin mendapatkan ucapan selamat berbahagia dari sanak kerabat yang hadir. Biasanya juga diadakan acara hiburan seperti tari-tarian yaitu tari topeng, tari bedoyo dan tari tayub.
Labels:
adat cirebon,
perkawinan cirebon
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
izin untuk menyadur artikelnya yah untuk di blog kami, terima kasih sebelumnya
Posting Komentar