Selasa, 04 Juni 2013

Kamis, 03 Januari 2013

Budaya Seserahan


Memberikan hantaran seserahan untuk calon pengantin bukanlah tradisi semata. Terdapat makna mendalam yang perlu diketahui dan bersifat tradisi turun-temurun. Secara umum, seserahan menjadi simbol bekal kepada kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga.
Dalam adat Jawa, seserahan pernikahan disebut juga sebagai peningsetan, berasal dari kata singset yang artinya mengikat. Seserahan menjadi tanda ikatan hati di antara kedua keluarga yang akan dipersatukan dalam tali pernikahan. Seserahan juga menjadi simbol tanggung jawab dari seorang pria yang akan meminang putri seseorang untuk dijadikan istrinya. Seserahan menjadi tanda bahwa mempelai pria telah cukup mapan dalam menjalani rumah tangga.

Sedangkan dalam adat Sunda, seserahan menjadi lanjutan dari prosesi lamaran. Makna seserahan dalam adat Sunda ialah menyerahkan calon pengantin pria untuk masuk dan menjadi anggota keluarga calon pengantin wanita. Untuk isi dan lain-lainnya tidak jauh berbeda dari seserahan dalam adat Jawa.



Tak jauh berbeda dengan adat Tionghoa. Seserahan disebut juga sebagai sangjit, kelanjutan proses lamaran berupa persembahan dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Menariknya, ada tradisi tersendiri dalam menerima seserahan. Jika pihak wanita menerima seluruh barang dalam seserahan, itu tandanya keluarga pihak wanita menyerahkan puterinay kepada pihak laki-laki sepenuhnya. Pihak keluarga tidak akan ikut campur lagi atas rumah tangga keduanya. Tapi jika seserahan dikembalikan sebagian, keluarga mempelai wanita masih berhak mencampuri urusan rumah tangga di masa datang.





Saat ini, jumlah dan jenis seserahan/hantaran biasanya disepakati bersama antara calon pengantin pria dan wanita. Bahkan, seringkali pengantin wanitalah yang memilih sendiri barang-barang kebutuhannya. Barang-barang yang lazimnya menjadi barang seserahan adalah suruh ayu (semacam daun wangi), pakaian (kebaya, kain, baju pesta, baju kerja, dan lain-lain), perlengkapan perawatan tubuh/mandi (sabun, shampo, body lotion, bedak badan, dan lain-lain), kosmetik (pelembab, alas bedak, eye shadow, maskara, blush on, pensil alis, dan lain-lain), parfum, sepatu/selop, tas, pakaian dalam dan baju tidur, perhiasan/jam tangan, serta makanan (buah, kue kering, masakan tradisional, dan lain-lain).

Biasanya seserahan diberikan pada saat lamaran atau sebelum akad nikah. Tetapi sekarang ini juga banyak yang memberikan seserahan pada saat acara pernikahan. Pada masa lampau, jumlah barang hantaran menunjukkan tingkat sosial keluarga pengantin pria. Memang walaupun budaya seserahan ini tidak wajib dalam pernikahan, tetapi sudah seperti menjadi pride tersendiri dari pihak pengantin pria dalam rangka keseriusannya meminang sang pengantin wanita.

Di beberapa daerah yang masih memegang teguh adat istiadat, biasanya dimasukkan pula barang pusaka seperti keris, kain adat, dan semacamnya di dalam seserahan. Pemberian daun suruh ayu bermakna mendoakan keselamatan, pakaian batik bermakna mendoakan kebahagiaan, kain kebaya bermakna mendoakan kebahagiaan, dan buah-buahan bermakna mendoakan keselamatan.

Jenis barang seserahan tidak mutlak seperti yang telah disebutkan di atas, tapi dapat disesuaikan dengan
 kebutuhan, selera dan dana yang ada (budget). Tapi barang seserahan biasanya adalah barang yang biasa dipakai calon pengantin perempuan. Jumlahnya pun ganjil yaitu 5, 7, 9, 11, 13 dan seterusnya.

Setelah pihak pengantin pria memberikan seserahan kepada pengantin wanita, maka pihak pengantin wanita akan memberikan seserahan balik kepada pihak pengantin pria. Akan tetapi hal ini sifatnya tidak wajib. Isi dari kotak seserahan tersebut di antaranya adalah pakaian pengantin dan seluruh perlengkapannya yang akan dipakai oleh pengantin pria pada saat akad nikah/pemberkatan, keperluan pengantin pria seperti pakaian, sepatu, parfum, dasi, ikat pinggang, makanan, barang pusaka milik keluarga pengantin pria, dan lain-lain.




Taken from : 
http://www.felancy-indonesia.com/news/read/arti-mendalam-tradisi-seserahan/, http://tipspernikahan.blogspot.com/2011/07/budaya-seserahan-pada-pernikahan.html