Senin, 26 Juli 2010

Tata Cara Pernikahan Adat Ambon

Semakin kaya budaya ambon, karena salah satu adat pernikahan ambon tetap lestari hingga kini, perkawinan ambon yang sederhana membuat acara pernikahan semakin mudah dilaksanakan, walaupun begitu ada kemiripipan antara adat pernikahan ambon ini dengan pernikahan adat lainnya, yaitu adanya acara pra nikah atau lamaran yang sering disebut Perkawinan Masuk Minta.

Perkawinan Masuk Minta Adalah hubungan pertunangan antara kedua calon pasangan suami – istri telah diketahui oleh orang tua kedua belah pihak dimana usia mereka telah cukup dewasa dalam bertunangan ( berpacaran ).Pada umumnya orang tua dari keluarga laki-laki sebelum terjadi mereka akan berunding untuk menentukan waktu perkawinan dengan jelas “ masuk minta “ calon pengantin perempuan yang didahului dengan sepotong surat dan disampaikan oleh keluarga laki-laki dengan waktu yang telah ditentukan untuk masuk minta calon pengantin perempuan. Setelah adanya persetujuan dari keluarga perempuan bahwa mereka setuju untuk menerima kunjungan dari keluarga laki - laki, maka keluarga laki -laki mulai berunding untuk menentukan waktu masuk minta perempuan.

Tahap demi tahap pernikahan adat ambon adalah sebagai berikut :
Bagi orang Ambon yang menganut garis keturunan menurut garis ayah, ajakan untuk melaksanakan perkawinan biasanya datang dari pihak laki-laki (Nyong). Nona akan menunggu sampai Nyong mengutarakan keinginannya untuk menikah. Kalau setuju, nona akan menyampaikan berita itu kepada orang tuanya.


1. Menerima Surat Bertamu


Setelah ada persetujuan dari Nona, maka Nyong langsung memberitahukan keinginan itu kepada orangtuanya. Serentak dengan itu, orang tua laki-laki mengadakan acara kumpul keluarga, guna membicarakan keinginan anaknya. Selain itu, dibicarakan pula tentang waktu yang tepat untuk bertamu di rumah keluarga perempuan. Bila telah ada kata sepakat mengenai waktu pertemuan, maka dikirimlah Surat Bertamu kepada keluarga perempuan yang dibawa oleh seorang utusan.
Keluarga perempuan setelah menerima Surat Bertamu, mengumpulkan anggota keluarga dekat guna membahas surat tersebut. Bila memang keluarga mengetahui anaknya akan menikah, maka dalam pertemuan keluarga itu ditentukan waktu untuk menerima kunjungan bertamu dari keluarga laki-laki. Jawaban surat juga disampaikan melalui utusan.
Pada hari yang ditentukan, bertamulah keluarga laki-laki dirumah keluarga perempuan. Tiba di rumah keluarga perempuan, juru bicara keluarga laki-laki akan berbasa-basi sebagai pengantar, untuk menyampaikan maksud utama kedatangan yaitu meminang anak perempuan.


2. Antar Pakaian


Acara ini disebut acara Masuk Minta Nona. Juru bicara keluarga perempuan akan melayani seluruh pembicaraan dari keluarga laki-laki dengan bahasa yang halus. Dengan tutur kata yang juga sopan, juru bicara keluarga perempuan akan membicarakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki. Misalnya harta kawin.
Pada saat itu, kedua keluarga sama-sama mengandalkan kelincahan bicara dari masing-masing juru bicara. Saat itu pula kedua belah pihak akan menentukan waktu perkawinan. Penentuan waktu perkawinan ini haruslah tepat, karena masyarakat ambon percaya bahwa waktu yang tepat sangat mempengaruhi kelanggengan bahtera rumah tangga sebuah pasangan.
Dua hari menjelang hari perkawinan, kedua belah pihak harus melewati acara antar pakaian kawin. Mula-mula keluarga laki-laki mengantarkan pakaian kawin perempuan yang disebut baju mustiza atau baju basumpa yang diantar oleh seorang jujaro (anak gadis), ditemani seorang ibu yang disebut Mata Ina.
Antaran itu dibalas keluarga perempuan dengan mengantar seperangkat pakaian kawin laki-laki yakni celana panjang dan baniang, yang akan dipakai calon pengantin laki-laki saat perkawinan. Makna acara saling antar pakaian ini, adalah agar kelak setelah menikah suami istri saling memiliki tanggung jawab.
Biasanya keluarga laki-laki melengkapi antaran pakaian kawin itu dengan sebotol anggur dan sebuah kue (yang dibikin sendiri), sebagai doho-doho atau oleh-oleh kepada keluarga perempuan.


3. Basumpah Kawin

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Calon pengantin laki-laki dengan berpakaian pengantin diantar oleh keluarga dekat, menuju rumah keluarga calon pengantin perempuan dengan iringi musik toto buang. Toto buang adalah jenis musik tradisional di Pulau Ambon, yang biasanya dipakai saat dilaksanakannya pesta kawin masuk minta.
Acara jemput pengantin itu bertujuan membawa calon pengantin perempuan, untuk dikukuhkan secara keagamaan, maupun secara pemerintahan, sebagai suami dan istri yang sah. Dalam acara ini, pihak keluarga laki-laki membawa harta kawin berupa seutas benang dan satu tetes air serta sopi dan satu kayu (gulungan) kain putih. Harta kawin ini berbeda untuk tiap negeri di Maluku. Harta ini harus dibayar lunas agar dikemudian hari tidak menjadi hutang.
Setelah sah sebagai suami istri, rombongan pengantin menuju keluarga perempuan untuk melaksanakan pesta dan menyerahkan harta kawin. Sepanjang jalan, tifa dan toto buang dipukul bertalu-talu menandakan kegembiraan dan tanda ada pesta.
Usai melaksanakan seluruh kegiatan di rumah perempuan, juru bicara keluarga laki-laki minta diri bersama dengan anak perempuan mereka, guna melanjutkan pesta kawin di rumah keluarga pengantin laki-laki. Saat minta diri, keluarga perempuan biasanya merasa terharu, bahkan tak jarang sampai mengucurkan air mata. Sebab merasa kini anak perempuan mereka telah menjadi milik keluarga laki-laki, yang selanjutnya akan tinggal di rumah sang suami.


4. Piring Balapis


Rombongan pengantin dengan tetap diiringi musik tifa toto buang menuju rumah laki-laki sambil bersukaria. Tiba di depan rumah, istri disambut dengan Acara Basu Kaki. Basu Kaki atau mencuci kaki sebagai tanda istri harus meninggalkan semua kebiasaan lama yang buruk, sebelum ia memasuki rumah keluarga laki-laki. Acara basuh kaki istri, dilakukan salah seorang adik perempuan suami yang belum menikah. Usai membasuh kaki, tiba saatnya istri diperbolehkan keluarga laki-laki memasuki rumah untuk memulai hidup baru.
Acara basu kaki dilanjutkan dengan acara Makan Bersama Piring Balapis. Disebut piring balapis, karena di atas meja makan telah disusun lima buah piring makan (disusun berlapis) berwarna putih. Angka lima menandakan masyarakat Negeri Nusaniwe termasuk kelompok Uli Lima (persekutuan lima) dan warna putih mengartikan isi hati dari keluarga laki-laki yang bersih, putih dan tulus, yang telah menerima anak perempuan sebagai bagian dari anggota keluarga. Kini ia harus dilayani seperti anak sendiri.
Makan piring balapis dapat juga diartikan sebagai penunjukkan status social, serta kemampuan keluarga laki-laki yang sedang melaksanakan pesta perkawinan Masuk Minta.
Proses Acara Makan Piring Balapis secara singkat diuraikan sebagai berikut. Pengantin laki-laki dan pengantin perempuan beserta orang tua dan undangan dipersilahkan menuju meja makan. Selanjutnya dengan mendengarkan aba-aba melalui bunyi peluit, makanan pembuka (biasanya sop) dihidangkan untuk dinikmati. Pada bunyi peluit yang kedua, wadah makanan (mangkuk sop) diangkat oleh pelayan. Lalu saat bunyi peluit berikut, pelayan menyajikan makanan lain di atas piring susun pertama. Undangan terus menikmati makanan yang disajikan secara berganti-ganti sesuai bunyi peluit, sampai semua piring yang ada di atas meja habis terpakai.
Selanjutnya undangan meja pertama dipersilahkan meninggalkan meja, dan para pelayan akan mengundang rombongan kedua menikmati makanan, dengan tetap menggunakan tata krama seperti meja pertama. Demikian seterusnya sampai semua undangan dapat mengambil bagian di meja makan piring balapis.
5. Acara Dendang Badendang

Selesai menikmati Makan Piring Balapis, puncak atau akhir dari seluruh upacara Kawin Masuk Minta ialah Acara Dendang Badendang yaitu acara bernyanyi bersama diselingi dengan baku balas pantun. Ditingkahi dengan bunyi tifa yang mendayu-dayu, undangan mulai bernyanyi sambil goyang badan dan bergandengan tangan. Masing-masing pihak menunjukkan kemampuan mengolah kata berbalas pantun sampai puas. Kadang-kadang dilanjutkan dengam acara Dansa Katreji. Itulah wujud kegembiraan orang Ambon dari Negeri Nusaniwe saat pelaksanaan Upacara Adat Kawin Masuk Minta, Ambon.

Taken from: http://pernikahanadat.blogspot.com

Minggu, 25 Juli 2010

Tata Cara Pernikahan Adat Keraton Surakarta


Pada upacara perkawinan adat Keraton Mataram Islam ada beberapa proses yang harus dilalui, yaitu memilih pasangan, lamaran, pasang tarub, tuwuhan siraman, ijab qabul, panggih, resepsi, sepasaran, dan selapanan.

Simbolisme dalam Upacara Perkawinan Adat Keraton Surakarta


Pertama, memilih pasangan

Setidaknya ada tiga kriteria yang harus diperhatikan, yaitu bibit, bobot, dan bebet. Ketiga konsep ini sesuai dengan prinsip Islam, yaitu karena cantiknya,keturunannya, hartanya, dan agamanya. Kriteria karena agamanya menjadi pertimbangan paling tinggi dalam Islam. Agama mengatur akhlak dan budi pekerti yang luhur, dan mengatur tentang tata cara berhubungan dengan masyarakat juga dengan Allah SWT.

Di Keraton Mataram, lamaran dari calon pengantin pria dilakukan dengan mengirim utusan (seorang pangeran) kepada pihak keluarga wanita. Jika calon pengantin telah mantap dan cocok, maka raja mengajukan lamaran kepada calon menantu dengan mengirim surat “dawuh” yang disampaikan oleh seorang pangeran sekaligus memberitahukan kapan upacara perkawinan dilaksanakan.

Jika calon pengantin adalah puteri raja, maka pihak utusan dia, akan dijawab oleh pihak keraton sekaligus memberitahukan kapan upacara perkawinan akan dilaksanakan. Setelah itu, baru dilanjutkan dengan upacara paningsetan (bingkisan perkawinan). Paningsetan ini dimaksudkan untuk mengikat batin calon pengantin agar tidak berpaling kepada orang lain.

Dalam Islam melamar adalah pendahuluan perkawinan, bukan akad nikah. Pemberian perkawinan adalah mahar yang diberikan pada waktu akad nikah. Pemberian tersebut adalah hadiah sebagai penguat ikatan untuk memperkokoh hubungan baru antara peminang dan yang dipinangnya. Akan tetapi, semua hal adalah milik Allah, Dia berbuat sekehendaknya, di manapun, dan kapanpun terkadang terjadi sesuatu di luar perhitungan manusia. Sering terjadi sesuatu antara peminang dan yang dipinangnya, atau ada pihak dari salah satu keluarga yang ingin membatalkan pinangannya. Kalau seperti ini siapa yang bertanggungjawab dan apakah hadiah dikembalikan? Dalam Islam jika terjadi kegagalan, maka mahar harus dikembalikan karena mahar adalah milik pelamar. Akan tetapi, hadiah-hadiah yang pernah diberikan menjadi milik si wanita yang dipinang dan ia boleh memanfaatkannya. Orang yang menuntut pemberiannya berarti mencabut milik orang lain dan ini bathil menurut syara’.



Kedua, adalah pemasangan tarub

Tarub adalah atap yang dipasang di halaman yang diberi hiasan dan dipergunakan untuk acara perkawinan. Hiasan yang beraneka ragam ini disebut dengan tuwuhan. Banyak sekali peralatan yang dipergunakan dalam tuwuhan di antaranya adalah janur kuning, pisang raja, daun alang-alang, daun apa-apa, dan lain-lainnya. Janur kuning cara pemasangannya tidak boleh digunting, tetapi disuir-suir. Hal ini melambangkan bahwa kelak jika telah hidup berumah tangga akan menghadapi berbagai persoalan dan cobaan hidup, meskipun hatinya hancur, sakit bagaikan disuir-suir, tetapi harus tetap tabah dan mempertahankan rumah tangganya.

Janur kuning berasal dari kata jan dalam bahasa Arab jannah artinya ‘surga’, nur artinya ‘cahaya’, dan ning berati wening artinya suci. Jadi janur kuning di sini dimaksudkan untuk mengingatkan kedua calon pengantin kepada yang Mahasuci yang memiliki surga. Kemudian, ada daun alang-alang maksudnya menghalangi, daun kawis/wis (sesudahnya), dan daun maja/aja (Jangan). Ini mengan-dung sebuah harapan mudah-mudahan sesudahnya tidak ada halangan suatu apapun. Ada daun beringin, pohon ini sifatnya ngayomi atau melindungi. Ini maksudnya kelak mampu menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi kesejahteraan masyarakat. Ada juga pisang raja beserta buahnya, pohon pisang ini merupakan pohon yang cepat berbuah dan dapat tumbuh di mana-mana. Ini mengandung arti bahwa mempelai berdua diharapkan cepat mendapatkan keturunan.

Ada juga pohon tebu (antebing kalbu) ini mengandung arti bahwa perkawinan bukanlah ajang bermain-main, tetapi merupakan sesuatu yang sakral yang harus dijaga kesuciannya. Tebu juga harus yang sudah manis dan jika sudah dimakan akan menjadi sepah, ini mengandung arti bahwa dalam mengarungi hidup berumah tangga tidak selamanya manis, tetapi suatu saat juga pasti akan datang kesulitan-kesulitan. Secara umum semua peralatan yang dipergunakan dalam tuwuhan melambangkan kekayaan alam yang harus disyukuri. Secara khusus dari masing-masing peralatan tersebut mempunyai makna sendiri-sendiri.


Ketiga adalah siraman

Upacara ini melambangkan pembersihan diri dari noda dan dosa serta sifat-sifat yang kurang baik yang harus dilebur sebelum upacara ijab. Kemudian pengantin wanita dirias dengan gaya keraton. Ada enam hal yang harus diperhatikan dalam merias pengantin gaya keraton, yaitu dengan memberi gajahan, pengapit, panitis, godeg, ukel, dan cunduk mentul. Gajahan melambangkan kekuasaan Allah, pengapit melambangkan seorang ibu, panitis melambangkan seorang bapak, ukel melambangkan kesetiaan seorang istri kepada suami, dan cunduk mentul melambangkan harapan semoga istri selalu dapat menjaga kesuciannya. Untuk pengantin pria hanya dikerik sedikit rambutnya di bagian alisnya.


Keempat, adalah midodareni

Upacara ini biasanya dilakukan dengan duduk bersama sambil membacakan do’a semoga jalannya upacara dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada acara midodareni juga biasanya dilakukan dengan tidak tidur semalam suntuk “lek-lekan” oleh para pinisepuh dan kerabat keraton. Inti dari upacara midodareni adalah tebus kembar mayang. Kembar mayang ini terbuat dari bunga yang dirangkai dengan janur kuning dengan segala aksesorisnya yang disusun secara indah dan diberikan kepada calon pengantin wanita.


Kelima, adalah upacara ijab qabul

Ijab diartikan sebagai ridhanya laki-laki dan perempuan dan persetujuan untuk mengikat hidup berkeluarga.25 Pernyataan yang diungkapkan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya disebut qabul. Dalam ijab qabul ini ada lima syarat yang harus terpenuhi, yaitu kedua calon pengantin, wali calon pengantin wanita, dua orang saksi, mahar/maskawin, dan ijab qabul.

Ijab qabul dipimpin oleh Abdidalem Penghulu Keraton setelah memperoleh perintah dari raja. Ijab qabul dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Jawa sesuai dengan bahasa resmi keraton. Pemberian maskawin dari calon pengantin pria dilakukan dengan cara dihutang. Setelah semuanya selesai, baru ditutup dengan do’a. Doa ini dipanjatkan untuk meminta keselamatan kepada Allah SWT yang ditujukan kepada kedua pengantin, Ingkang sinuhun, kerabat keraton serta keraton itu sendiri. Selanjutnya adalah pembacaan ta’lik talak. Ta’lik talak di keraton dilaksanakan setelah keluarnya UU Perkawinan tahun 1974, sebelumnya tidak pernah dilaksanakan. Ta’lik talak ini berisi tentang kesanggupan pengantin pria untuk menjaga dan memberi nafkah kepada pengantin wanita dan tidak meninggalkannya melebihi waktu yang telah ditentukan. Jika ini dilanggar maka telah jatuh talaknya.


Keenam, adalah pertemuan pengantin (panggih)

Upacara ini dimulai dengan upacara sungkeman terlebih dahulu kepada raja pada pagi harinya dan baru diadakan pertemuan pengantin pada siang harinya. Upacara pertemuan pengantin dimulai dengan saling melempar daun sirih yang diikat dengan kain putih (gantal). Gantal ini berjumlah empat ikatan, dan calon pengantin saling melempar dengan cara bergantian. Calon pengantin pria melempar daun sirih ke dada calon pengantin wanita, ini melambangkan bahwa seorang suami harus mencintai dan menyayangi istrinya serta melindungi dan memberikan nafkah kepadanya. Sementara itu, pengantin wanita melempar daun sirih ke kaki pengantin pria, ini bermakna bahwa seorang istri harus tunduk dan patuh kepada suaminya. Setelah acara saling melempar daun sirih (gantal) selesai, dilanjutkan dengan acara menginjak telur. Telur yang sudah dipersiapkan diletakan di depan pengantin pria dan wajib diinjak hingga pecah. Kegiatan ini melambangkan bahwa kedua pengantin telah membuka dunia baru, yaitu dunia rumah tangga, mereka tidak lagi menjadi gadis dan jejaka. Kemudian kaki pengantin pria dibersihkan dengan air sritaman oleh pengantin. Hal ini melambangkan kesetiaan istri pada suaminya. Kemudian kedua pengantin berjalan berdampingan ini melambangkan keserasian.


Ketujuh, adalah upacara bopongan

Upacara ini dilakukan jika pengantin wanita merupakan putri raja. Bopongan ini melambangkan penganugerahan seorang putri raja, dan kepada pengantin pria kemudian diberi gelar baru, yaitu KRMH (Kanjeng Raden Mas Haryo) sebagai pengangkatan derajat dari yang rendah kepada yang lebih tinggi.


Kedelapan, adalah upacara kacar-kucur

Pada upacara ini pengantin pria membawa klasa bangka beserta biji-bijian, seperti kacang hijau dan kedelai yang diletakkan di pangkuan pengantin wanita. Ubarampe tersebut harus diterima pengantin wanita dengan menggunakan alas saputangan. Diusahakan ubarampe tersebut tidak ada yang tercecer sedikit pun. Kacar kucur ini melambangkan bahwa seorang suami wajib memberi nafkah kepada istrinya.


Kesembilan, adalah ngabekten

Upacara ini dilakukan oleh kedua pengantin kepada orangtuanya dan kedua mertuanya. Ini melambangkan ucapan terimakasih atas segala perhatian, asuhan, dan bimbingannya sejak masih dalam kandungan sampai berumah tangga.


Kesepuluh, adalah resepsi

Sebagaimana lazimnya upacara perkawinan, di keraton juga diadakan resepsi (lenggahan ageng). Upacara ini menghadirkan para tamu undangan dari masyarakat umum dan kerabat keraton. Mereka diberi jamuan makan dan selanjutnya satu per satu memberikan do’a selamat kepada pengantin berdua. Jamuan makan ini sering disebut dengan walimahan.


Kesebelas, adalah sepasaran

Pada lima hari setelah akad nikah diadakan selamatan sepasaran di tempat diselenggarakannya upacara panggih. Upacara ini biasanya dilakukan untuk memberi nama baru (nama panggilan tua) bagi pengantin pria.


Keduabelas, adalah selapanan

Upacara ini biasanya dilaksanakan pada tigapuluh lima hari setelah ijab. Acaranya diisi dengan hiburan semalam suntuk dengan menampilkan hiburan wayang kulit dengan cerita tentang dunia percintaan serta pelajaran tata hidup berkeluarga dan bermasyarakat yang baik.

Taken from : www.mudahmenikah.wordpress.com


Rabu, 21 Juli 2010

Tata Cara Pernikahan Adat Aceh

Mahar Pintu Aceh

Lamaran (Ba Ranub)

Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu.

Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.

Pertunangan (Jakba Tanda)

Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembal

i untuk melakukan peukeong haba yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar (disebut jeunamee) yang diminta dan beberapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara

pertunangan (disebut jakba tanda)

acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus ditengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.

Menjelang Perkawinan

Seminggu menjelang akad nikah, masyarakat aceh secara bergotong royong akan mempersiapkan acara pesta perkawinan. Mereka memulainya dengan membuat tenda serta membawa berbagai perlengkapan atau peralatan yang nantinya dipakai pada saat upacara perkawinan. Adapun calon pengantin wanita sebelumnya akan menjalani ritual perawatan tubuh dan wajah serta melakukan tradisi p

ingitan. Selam masa persiapan ini pula, sang gadis akan dibimbing mengenai cara hidup berumah tangga serta diingatkan agar tekun mengaji.

Selain itu akan dialksanakan tradisi potong gigi (disebut gohgigu) yang bertujuan untuk meratakan gigi dengancara dikikir. Agar gigi sang calon pengantin terlihat kuat akan digunakan tempurung batok kelapa yang dibakar lalu cairan hitam yang keluar dari batok tersebut ditempelkan pada bagian gigi. Setelah itu calon pengantin melanjutkan dengan perawatan luluran dan mandi uap.

Selain tradisi merawat tubuh, calon pengantin wanita akan melakukan upacara kruet andam yaitu mengerit anak rambut atau bulu-bulu halus yang tumbuh agar tampak lebih bersih lalu dilanjutkan dengan pemakaian daun pacar (disebut bohgaca) yang akan menghiasi kedua tangan calon pengantin. Daun pacar ini akan dipakaikan beberapa kali sampai menghasilkan warna merah yang terlihat alami.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan mengadakan pengajian

dan khataman AlQuran oleh calon pengantin wanita yang selanjutnya disebut calon dara baro (CBD).Sesudahnya, dengan pakaian khusus, CBD mempersiapkan dirinya untuk melakukan acara siraman (disebut seumano pucok) dan didudukan pad asebuah tikaduk meukasap.

Dalam acara ini akan terlihat beberapa orang ibu akan mengelilingi CBD sambil menari-nari dan membawa syair yang bertujuan untuk memberikan nasihat kepada CBD. Pada saat upacara siraman berlangsung, CBD akan langsung disambut lalu dipangku oleh nye’wanya atau saudara perempuan dari pihak orang tuanya. Kemudian satu persatu anggota keluarga yang dituakan akan memberik

an air siraman yang telah diberikan beberapa jenis bunga-bungaan tertentu dan ditempatkan pada meundam atau wadah yang telah dilapisi dengan kain warna berbeda-beda yang disesuaikan dengan silsilah keluarga.

Upacara Akad Nikah dan Antar Linto

Pada hari H yang telah ditentukan, akan dilakukan secara antar linto (mengantar pengantin pria). Namun sebelum berangkat kerumah keluarga CBD, calon pengantin pria yang disebut calon linto baro(CLB) menyempatkan diri untuk terlebih dahulu meminta ijin dan memohon doa restu pa

da orang tuanya. Setelah itu CLB disertai rombongan pergi untuk melaksanakan akad nikah sambil membawa mas kawin yang diminta dan seperangkat alat solat serta bingkisan yang diperuntukan bagi CDB.

Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CDB hanya diperbolehkan menunggu di kamarnya. Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ib

u dari pengantin pria tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan oleh pihak keluarga wanita.

Setelah ijab kabul selesai dilaksanakan, keluarga CLB akan menyerahkan jeunamee yaitu mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat kain adat dan paun yakni uang emas kuno seberat 100 gram. Setelah itu dilakukan acara menjamu besan dan seleunbu linto/dara baro yakin acara suap-suapan di antara kedua pengantin. Makna dari acara ini adalah agar keduanya dapat seiring sejalan ketika menjalani biduk rumah tangga.

Upacara Peusijeuk

Yaitu dengan melakukan upacara tepung tawar, memberi dan menerima restu dengan cara memerciki pengantin dengan air yang keluar dari daun seunikeuk, akar naleung sambo, maneekmano, onseukee pulut, ongaca dan lain sebagainya minimal harus ada tiga yang pakai. Acara ini dilakukan oleh beberapa orang yang dituakan(sesepuh) sekurangnya lima orang.

Tetapi saat ini bagi masyarakat Aceh kebanyakan ada anggapan bahwa acara ini tidak perlu dilakukan lagi karena dikhawatirkan dicap meniru kebudayaan Hindu. Tetapi dikalangan ureungchik (orang yang sudah tua dan sepuh) budaya seperti ini merupakan tata cara adat yang mutlak dilaksanakan dalam upacara perkawinan. Namun kesemuanya tentu akan berpulang lagi kepada pihak keluarga selaku pihak penyelenggara, apakah tradisi seperti ini masih perlu dilestarikan atau tidak kepada generasi seterusnya.

Taken from : www.mudahmenikah.wordpress.com

Minggu, 18 Juli 2010

Tata Cara Pernikahan Adat Bali





Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi secara bertahap.


Perkawinan Adat Bali

Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama. Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama. Sedangkan pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mencapai moksa.

Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya untuk mewujudkan tujuan hidup Grhasta Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama menurut lontar Agastya Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut “Yatha sakti Kayika Dharma” yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Jadi seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma dalam kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar disiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan.

Dalam perkawinan ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.

Pada tahap persiapan, seseorang yang akan memasuki jenjang perkawinan amat membutuhkan bimbingan, khususnya agar dapat melakukannya dengan sukses atau memperkecil rintangan-rintangan yang mungkin timbul. Bimbingan tersebut akan amat baik kalau diberikan oleh seorang yang ahli dalam bidang agama Hindu, terutama mengenai tugas dan kewajiban seorang grhastha, untuk bisa mandiri di dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan Dharma.

Menyucikan Diri

Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu yadnya guna memberikan kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya. Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan “Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wang juga wenang gumaweakenikang subha asubha karma, kunang panentasakena ring subha karma juga ikang asubha karma pahalaning dadi wang” artinya: dari demikian banyaknya semua mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk. Adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia.

Berkait dengan sloka di tas, karma hanya dengan menjelma sebagai manusia, karma dapat diperbaiki menuju subha karma secara sempurna. Melahirkan anak melalui perkawinan dan memeliharanya dengan penuh kasih sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Lebih-lebih lagi kalau anak itu dapat dipelihara dan dididik menjadi manusia suputra, akan merupakan suatu perbuatan melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara.

Perkawinan umat Hindu merupakan suatu yang suci dan sakral, oleh sebab itu pada jaman Weda, perkawinan ditentukan oleh seorang Resi, yang mampu melihat secara jelas, melebihi penglihatan rohani, pasangan yang akan dikawinkan. Dengan pandangan seorang Resi ahli atau Brahmana Sista, cocok atau tidak cocoknya suatu pasangan pengantin akan dapat dilihat dengan jelas.

Pasangan yang tidak cocok (secara rohani) dianjurkan untuk membatalkan rencana perkawinannya, karena dapat dipastikan akan berakibat fatal bagi kedua mempelai bersangkutan. Setelah jaman Dharma Sastra, pasangan pengantin tidak lagi dipertemukan oleh Resi, namun oleh raja atau orang tua mempelai, dengan mempertimbangkan duniawi, seperti menjaga martabat keluarga, pertimbangan kekayaan, kecantikan, kegantengan dan lain-lain. Saat inilah mulai merosotnya nilai-nilai rohani sebagai dasar pertimbangan.

Pada jaman modern dan era globalisasi seperti sekarang ini, peran orang tua barangkali sudah tidak begitu dominan dalam menentukan jodoh putra-putranya. Anak-anak muda sekarang ini lebih banyak menentukan jodohnya sendiri. Penentuan jodoh oleh diri sendiri itu amat tergantuang pada kadar kemampuan mereka yang melakukan perkawinan. Tapi nampaknya lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan duniawi, seperti kecantikan fisik, derajat keluarga dan ukuran sosial ekonomi dan bukan derajat rohani.



Makna dan Lambang

UU Perkawinan no 1 th 1974, sahnya suatu perkawinan adalah sesuai hukum agama masing-masing. Jadi bagi umat Hindu, melalui proses upacara agama yang disebut “Mekala-kalaan” (natab banten), biasanya dipuput oleh seorang pinandita. Upacara ini dilaksanakan di halaman rumah (tengah natah) karena merupakan titik sentral kekuatan “Kala Bhucari” sebagai penguasa wilayah madyaning mandala perumahan. Makala-kalaan berasal dari kata “kala” yang berarti energi. Kala merupakan manifestasi kekuatan kama yang memiliki mutu keraksasaan (asuri sampad), sehingga dapat memberi pengaruh kepada pasangan pengantin yang biasa disebut dalam “sebel kandel”.

Dengan upacara mekala-kalaan sebagai sarana penetralisir (nyomia) kekuatan kala yang bersifat negatif agar menjadi kala hita atau untuk merubah menjadi mutu kedewataan (Daiwi Sampad). Jadi dengan mohon panugrahan dari Sang Hyang Kala Bhucari, nyomia Sang Hyang Kala Nareswari menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Jadi makna upacara mekala-kalaan sebagai pengesahan perkawinan kedua mempelai melalui proses penyucian.

Peralatan Upacara Mekala-kalaan

Sanggah Surya
Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem. Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih.

Biyu lalung adalah simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya, sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria.

Kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih, dewa kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.


Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)
Simbol calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.


Tikeh Dadakan (tikar kecil)
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).


Keris
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.


Benang Putih
Dalam mekala-kalaan dibuatkan benang putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm.

Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut.

Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dari Brahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.


Tegen – tegenan
Makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala.
Perangkat tegen-tegenan :

  1. Batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
  2. Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma
  3. Periuk simbol windhu
  4. Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi)
  5. Seekor yuyu simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.

Suwun-suwunan (sarana jinjingan)
Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.

Dagang-dagangan
Melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala Resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.

Sapu lidi (3 lebih)
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.

Sambuk Kupakan (serabut kelapa)
Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.

Telor bebek simbol manik. Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.

Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.

Setelah upacara mekala-kalaan selesai dilanjutkan dengan cara membersihkan diri (mandi) hal itu disebut dengan “angelus wimoha” yang berarti melaksanakan perubahan nyomia kekuatan asuri sampad menjadi daiwi sampad atau nyomia bhuta kala Nareswari agar menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih agar harapan dari perkawinan ini bisa lahir anak yang suputra.

Setelah mandi pengantin dihias busana agung karena akan natab di bale yang berarti bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selanjutnya pada hari baik yang selanjutnya akan dilaksanakan upacara Widhi Widana (aturan serta bersyukur kepada Hyang Widhi). Terakhir diadakan upacara pepamitan ke rumah mempelai wanita.

Taken from: www.mudahmenikah.wordpress.com

Jumat, 16 Juli 2010

Menghayati Arti Mahar dan Peningsetan

Setiap calon mempelai pengantin Jawa pasti menyadari betul makna filosofi hantaran (peningset). Kini hantaran bisa dibuat sebagus, secantik, dan semenarik mungkin. Dalam tata upacara pernikahan pernikahan adat Jawa, ada beberapa upacara adat yang diselenggarakan, seperti lamaran, upacara peningsetan hingga akad nikah. Peningsetan atau yang lazim disebut seserahan sudah menjadi bagian yang umum dalam rangkaian pernikahan di Indonesia. Seserahan yang dulu tidak wajib hukumnya, kini sudah mengakar budaya dan menjadi bagian dari prosesi pernikahan.

Peningset atau serah-serahan adalah pemberian dari pihak mempelai pria. Berasal dari kata singset yang artinya ”mengikat”, peningset berarti hadiah yang menjadi pengikat hati antara dua keluarga. Secara adat Jawa, peningset biasanya terdiri atas: satu set daun sirih yang disebut Suruh Ayu, beberapa helai kain jarik dengan motif batik yang berbeda, kain bahan untuk kebaya, ikat pinggang tradisional yang disebut stagen, buah-buahan (terutama pisang), sembako (beras, ketan, gula, garam, minyak goreng, bumbu dapur), satu set cincin nikah, dan sejumlah uang sebagai sumbangsih dari pihak mempelai pria.

Seserahan merupakan simbolik dari pihak pria sebagai bentuk tanggung jawab ke pihak keluarga, terutama orangtua calon pengantin perempuan. Untuk adat istiadat di Jawa biasanya seserahan diberikan pada saat malam sebelum akad nikah pada acara midodareni untuk adat Jawa. Tetapi ada juga yang melakukan seserahan pada saat acara pernikahan. Sekarang, hantaran (peningset) pun bisa ditampilkan dengan lebih kreatif.

Meskipun mahar dan peningset menjadi tanggung jawab mempelai pria, bukan berarti hal ini nggak bisa didiskusikan berdua. Bicarakan apa yang menjadi ganjalan, sebisa mungkin cari solusi yang nggak memberatkan calon suami. Kalau terlalu merepotkan, ada baiknya jumlah dan jenis peningset dikurangi. Sesuaikan dengan kemampuan, jangan malah jadi masalah. Cari yang praktisnya aja, jangan mensyaratkan macam-macam.

Tentang kapan peningset ini diserahkan, menurut adat jawa biasanya diberikan pada malam hari sebelum acara pernikahan. Walau pihak pengantin tidak mengadakan malam midodaren, tapi tetap saja pada malam hari sebelum hari pernikahan diadakan acara silaturahmi, dimana pihak CPP datang ke rumah pihak CPW. Hal ini bertujuan selain untuk menjalin silaturahmi, sekaligus menunjukkan kepada keluarga CPW kalau CPP masih “ada” (nggak kabur) dan masih berniat untuk menikahi CPW. Begitu juga untuk keluarga CPP. Karena sifatnya yang menjadi non formal dan memang bukan malam midodaren, maka tidak diadakan persiapan khusus.

Peningset tidak sama dengan mahar karena mahar adalah sesuatu pemberian suami atas permintaan istrinya, dan merupakan syarat sah pernikahan. Mahar tidak memiliki ketentuan harus dalam bentuk apa dan berapa jumlahnya, tetapi ada ajaran dari Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk tidak berlebihan dalam menentukan mahar, karena dikhawatirkan akan memberatkan calon suami.

Khusus untuk mahar, disunnahkan yang bermanfaat,
ringan, sederhana, dan tidak berlebihan. Hal ini demi kemudahan pernikahan. Rasulullah SAW telah bersabda yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir RA: ”Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah”. Mahar akan disebutkan dan diberikan pada prosesi ijab qobul.

Para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini, ini adalah hak perempuan (calon istri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan putrinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama.

Mahar adalah hak murni wanita, dan dalam perkawinan harus ada pemberian harta dari pihak laki-laki terhadap wanita sebagai mahar, adapun jenis dan kadar mahar berbeda-beda sesuai dengan kemampuan. Bentuk atau kadar mahar dalam proses pernikahan, dan keumuman di kalangan kita mahar itu lebih sering disebut dengan ‘maskawin’, dikarenakan keumuman mahar yang sering diberikan adalah sesuatu yang terbuat dari emas, seperti cincin, gelang atau kalung, sehingga disebutlah ‘maskawin yang artinya emas untuk kawin’, akan tetapi istilah ‘maskawin’ untuk sekarang ini menjadi salah kaprah, disebabkan banyak orang yang memberikan ‘maskawin’ berupa seperangkat alat untuk shalat atau berupa uang, sehingga arti dan maksud ‘maskawin’ menjadi tidak relevan dan tidak nyambung lagi. Untuk itu, hendaknya kita yang sudah paham mengembalikan istilah ‘maskawin’ kepada nama yang sebenarnya yaitu ‘Mahar’.

Menghayati arti mahar dan peningset pernikahan yang sesungguhnya mengandung makna sangat mendalam dan tidak sekadar mengukur materialnya. Kesungguhan mempelai pria dalam memberikan peningset (dalam kemampuannya) menyiratkan penghargaannya yang tinggi kepada calon mempelai wanita dan juga kedua orang tuanya. Orang tua mempelai wanita juga akan mendapatkan kesan mendalam, betapa calon mantunya berupaya memberikan penghargaan yang tinggi terhadap anaknya, dalam ketulusan dan wujud terbaik yang bisa diusahakan calon mantunya. Kesan pertama yang setidaknya dapat memberikan kepercayaan bahwa anak gadisnya nanti akan diperlakukan dengan baik.

Taken from : www.mudahmenikah.wordpress.com

Selasa, 13 Juli 2010

Seserahan / Hantaran Pengantin

Seserahan sudah menjadi bagian yang umum dalam rangkaian pernikahan di Indonesia. Seserahan yang dulu tidak wajib hukumnya, kini sudah mengakar budaya dan menjadi bagian dari prosesi pernikahan.

Seserahan merupakan simbolik dari pihak pria sebagai bentuk tanggung jawa ke pihak keluarga, terutama orang tua calon pengantin perempuan. Untuk adat istiadat di Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) biasanya seserahan diberikan pada saat malam sebelum akad nikah pada acara midodareni untuk adat Jawa dan ngeyeuk seureuh untuk adat Sunda. Tetapi ada juga yang melakukan seserahan pada saat acara pernikahan.

Saat ini, jumlah dan jenis hantaran disesuaikan atas kesepakatan bersama. Bahkan seringkali, justru pengantin wanitalah yang memilih sendiri barang-barang kebutuhannya. Barang-barang yang lazimnya menjadi barang seserahan adalah:

  • Suruh ayu (semacam daun yang wangi) bermakna mendoakan keselamatan.
  • Pakaian : Kebaya & Kain / Baju Kerja / Baju Pesta
  • Alat-alat perawatan tubuh : Sabun, Shampoo, Body Lotion, Bedak Badan, dll.
  • Make Up : Pelembab, Bedak Dasar, Bedak, Eye Shadow, Maskara, Blush On, Pensil Alis, dll.
  • Parfum
  • Sepatu / Selop
  • Tas
  • Pakaian dalam & baju tidur
  • Perhiasan / Jam Tangan
  • Makanan : Buah, Kue Taart, Kue Kering, Masakan Matang

Barang seserahan diatas tidak mutlak tetapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan, selera dan budget. Intinya barang seserahan biasanya adalah barang yang biasa dipakai calon pengantin perempuan. Jumlahnya biasanya ganjil 5 / 7/ 9 tergantung selera.


Seserahan dan Hantaran Pengantin

Barang-barang yang dibawa dalam hantaran tidak terpaku pada perangkat yang telah disebutkan diatas, tetapi merupakan kesepakatan pembicaraan antara anda dan pasangan. Pada zaman sekarang, nampan hantaran bisa ditampilkan dengan lebih kreatif. Agar hantaran seserahan anda terlihat cantik dan menarik. Anda dapat melakukan beberapa trik brikut :

  • Mengunjungi berbagai toko kerajinan, toko bunga hingga vendor alat kerajinan untuk mendapat barang dan pembungkus yang lebih beragam.
  • Dengan memberi warna pada pembungkus kado anda dapat memberi kesan dan perbedaan dari pembungkus yang lain. Teknik paint-brush juga dapat digunakan.
  • Mengkombinasikan dua bahan yang sangat berbeda dapat pula mempercantik tampilan hantaran anda. Misalnya, potongan renda di atas kertas bermotif bunga.
  • Tidak mengemas semua barang sesrahan dalam boks yang biasa. Bisa saja anda mengeams barang hantaran anda dalam keranjang yang dihias dengan tambahan bunga segar diatasnya.
  • Jika kotak sesrahan terbuat dari bahan bambu atau kayu maka hiaslah bagian atasnya dengan plastik yang tembus pandang sehingga barang seserahan dapat langsung terlihat.
  • Kemaslah buah-buahan langsung dari penjualnya. Namun, jika ingin mengemas sendiri pastikan membuat alas dulu di dasar boks. Susunlah buah yang berukuran besar terlebih dahulu baru kemudian buah yang berukuran kecil.

Bila dihias dengan cantik dan menarik, hantaran pernikahan tidak hanya dapat digunakan ketika upacara pernikahan berlangsung, tetapi juga sebagai unsur yang dapat mempercantik kamar pe ngantin anda. Hal ini dapat dilakukan dengan menghias hantaran sesuai dengan tema pesta yan ganda gunakan. Oleh karena itu, informasikan pada keluarga mempelai pria mengenai gaya dan tema warna kamar pengantin sehingga pihak keluarga pria dapat menyesuaikan tema warna hantarannya.

Senin, 05 Juli 2010

Tata Cara Pernikahan Adat Sunda





Pernikahan Adat Sunda rangkaian acaranya dimulai dari pembicaraan orang tua dari pihak kedua mempelai sampai acara yang dinamakan: muka panto (buka pintu). Bagi banyak orang Sunda, tahap-tahap proses adat pernikahan wajib dilakukan. berbagai proses acara pernikahan khas Sunda sebelum dan sesudah pernikahan adalah sebagai berikut:

Pertama, tahap Nendeun Omong. Tahap ini adalah pembicaraan orang tua kedua pihak mempelai atau siapapun yang dipercaya jadi utusan pihak pria yang punya rencana mempersunting seorang gadis sunda. Orang tua atau sang utusan datang bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak sang gadis akan dilamar. Sebelumnya memang orang tua masing-masing sudah membuat kesepakatan untuk menjodohkan atau laki-laki dan perempuannya sudah sepakat untuk ‘mengikat janji’ dalam suatu ikatan pernikahan, maka selanjutnya orang tua pria datang sendiri atau menyuruh orang ke rumah sang gadis untuk menyampaikan niat. Intinya, neundeun omong (titip ucap, menaruh perkataan atau menyimpan janji) yang menginginkan sang gadis agar menjadi menantunya. Dalam hal ini, orang tua atau utusan memerlukan kepandaian berbicara dan berbahasa, penuh keramahan.

Kedua, tahap Lamaran. Tahap melamar atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari tahap pertama. Proses ini dilakukan orang tua calon pengantin keluarga sunda dan keluarga dekat. Hampir mirip dengan yang pertama, bedanya dalam lamaran, orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya, membawa lamareun sebagai simbol pengikat (pameungkeut), bisa berupa uang, seperangkat pakaian, semacam cincin pertunangan, sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada calon pengantin perempuannya. Selanjutnya, kedua pihak mulai membicarakan waktu dan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.

Ketiga, tahap Tunangan. Tahap ini adalah prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu dilakukan penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.

Keempat, tahap Seserahan (3-7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.

Kelima, tahap Ngeuyeuk Seureuh (opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah). Tahap ini dilakukan sebagai berikut:

  • Dipimpin Pengeuyeuk.
  • Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
  • Diiringi lagu kidung oleh Pangeuyeuk.
  • Disawer beras, agar hidup sejahtera.
  • dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja.
  • Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih bersih dan belum ternoda.
  • Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
  • Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria).

Keenam, tahap Membuat Lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan.

Ketujuh, tahap Berebut Uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.

Kedepalan, tahap Upacara Prosesi Pernikahan:

  • Penjemputan calon pengantin pria , oleh utusan dari pihak wanita
  • Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
  • Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni.Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.
  • Sungkeman.
  • Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
  • Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.
  • Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.
  • Nincak endog (menginjak telur), pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.
  • Muka Panto (buka pintu). Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan.
Diambil dari : http://www.wadahpengantin.com/

Kamis, 01 Juli 2010

July Collection


Berikut ini adalah koleksi kotak-kotak seserahan kami yang baru di Bulan July..
Kotak emas & coklat dengan motif salur emas memberikan kesan mewah
pada kotak seserahan anda.